LAMPUNGKU, SAI BUMI RUWAI JURAI
Oleh :
Desy Apriana
1.
Pendahuluan
Provinsi Lampung yang terletak di ujung selatan pulau
Sumatera adalah pintu gerbang antara Jawa dan Sumatera. Seperti daerah lainnya, Lampung juga memiliki
keberagaman budaya, ras, bahasa, agama dan lain-lain. Hanya saja masih banyak
warga negara Indonesia khusunya penduduk Lampung sendiri tidak menyadari hal
itu. Mengaapa dikatakan tidak
menyadari? Hal ini dikarenakan pada umumnya masyarakat setempat hanya paham dan
mengakui keberadaan orang-orang yang terdekatnya saja. Padahal
Keberagaman dan kurangnya kesadaran
masyarakat setempatlah inilah yang menjadi salah satu
potensi bagi bangsa Indonesia yang harus dikelola dengan baik, benar, adil dan
bijaksana.
Kita sebagai warga negara
Indonesia yang baik, haruslah bertangung jawab dan peduli akan nasib bangsa kita pada hari
ini dan dikemudian hari. Salah satu cara yang dilakukan adalah meningkatkan kesadaran untuk
memiliki rasa ingin tahu yang tinggi dalam memahami sejarah Indonesia khususnya daerah
tempat tinggal sendiri termasuk pula wawasan kebangsaan dan nilai-nilai
kebangsaan yang terkandung di dalamnya. Wawasan kebangsaan inilah yang apabila
digali akan menjadikan kita menjadi warga negara yang dapat menghargai dan
menjunjung tinggi nilai-nilai persatuan dan
kesatuan bangsa (Integritas). Persatuan dan kesatuan bangsa mutlak harus kita
miliki agar wilayah NKRI tetap terjaga dan tidak akan hancur walaupun berada
diatas kemajemukan atau kebhinekaan. Nilai-nilai persatuan dan ksatuan ini
harus terus selalu dipupuk dan
dilestarikan terus-menerus karena ini merupakan modal besar bagi bangsa dalam
membangun NKRI yang maju, sejahtera, damai dan sentosa.
Sejarah Lampung
dimulai sejak zaman Hindu Animisme yang berlangsung antara abad pertama sampai
awal abad XIV. Sistem kebudayaan berasal dari luar termasuk Hindu dan Budha,
tetapi yang paling dominan adalah tradisi asli dari zaman Malayo-Polinesia.
Daerah lampung dikenal orang luar sejak permulaan tahun masehi sebagai tempat
orang-orang lautan mencari hasil hutan. Hal itu terbukti dengan ditemukannya
berbagai jenis bahan keramik dari Zaman Han (206-220 SM) dan akhir zaman Han
(abad II s/d VII) juga dari zaman Ming (1368-1643).
Berdasarkan cerita dari negeri China (China
Cronicle) abad ke VII, menyebutkan bahwa di daerah selatan (Nam-phang) terdapat
kerajaan-kerajaan yang disebut Tolang P’ohwang (to = orang, lang p’ohwang=Lampung). Pada
pertengahan abad VII di Lampung ada kerajaan Tulangbawang yang menganut
kepercayaan lama (animisme) dan mempunyai hubungan dengan kerajaan Melayu,
Kamboja, dan negeri Cina. Pusat kerajaan Tulangbawang diperkirakan disekitar
muara sungai Tulangbawang, mulai sekitar Menggala sampai Pagar Dewa.
Adanya penemuan peninggalan
sejarah atau budaya bentuk patung-patung, pahatan bercorak megalitik di sekitar
Purawiwitan, Sumberjaya, Kenali, Batubedil dan Pugung Raharjo Kecamatan Jabung
menggambarkan Lampung telah didiami manusia sejak zaman prasejarah berabad-abad
yang lalu. Pada daerah-daerah tertentu terdapat peninggalan bersejarah yang
menunjukan bahwa Lampung berada di bawah pengaruh kerajaan maritim terbesar
kala itu yaitu kerajaan Sriwijaya. Prasasti Palas Pasemah dan Prasasti Batubedil
di daerah Lampung Selatan merupakan peninggalan Kerajaan
Sriwijaya sekitar abad VII-VIII.
Zaman Islam ditandai
dengan masuknya pengaruh Banten di Lampung pada abad VI, terutama saat
bertahtanya Sultan Hasanuddin (1552-1570). Pada abad XIX, Lampung melahirkan
pahlawan yang bernama Raden Intan, dikenal sebagai pejuang gigih menentang
penjajahan Belanda. Pengaruh Islam terlihat dengan adanya Tamra Prasasti
(prasasti yang ditulis diatas logam) di daerah Bojong, kecamatan Jabung
sekarang. Prasasti itu berisi perjanjian kerjasama antara Banten dan Lampung
dalam menghadapi penjajahan Belanda.
Selain itu, penemuan
bahan-bahan keramik Zaman Han (200-250 M) dan Zaman T’ang (607-908) menambah
daftar sejarah Lampung yang menunjukan sudah adanya orang
Lampung yang berhubungan dengan luar negeri.
2.
Riwayat Pergerakan
Hubungan sejarah
antara masyarakat Lampung dengan Banten, terutama dalam bentuk penyiaran agama Islam,
ikatan pergerakan rakyat dan kerajaan-kerajaan, kekerabatan perkawinan dan
sebagainya, diperkirakan sudah dimulai sejak abad XVI dan XVII. Perjuangan
melawan penjajan Belanda berlangsung hampir di seluruh daerah seperti di daerah
Kotabumi, Bukit Kemuning, Menggala, Jabung, Kalianda dan sekitarnya. Perlawanan
ini makin meningkat pada abad XVIII dipimpin Raden Intan I yang meninggal 1825,
dilanjutkan putranya Raden Imba Kusuma yang berlangsung sampai dengan 1834.
Pada tahun 1833
Belanda dengan kekuatan besar mencoba menyerbu benteng Raden Imba Kesuma,
tetapi gagal. Baru pada 1834 setelah asisten Residen diganti perwira militer
Belanda pasukan Raden Imba Kesuma bisa ditaklukan. Raden Imba Kesuma sendiri
menyingkir ke daerah Pulau Lingga. Tetapi, rupanya penduduk daerah Lingga telah
terkena pengaruh Belanda. Mereka lalu menangkap Raden Imba Kesuma dan
menyerahkan kepada Belanda. Raden Imba Kesuma kemudian dibunag ke Pulau Timor
dan meninggal disana.
Perjuangan Raden Imba
Kesuma dilanjutkan putranya, Raden Intan II yang pada tahun 1850 dinobatkan
menjadi Raja Kuripan didaerah Kalianda, Lampung Selatan. Keratuan Kuripan
ketika itu dikendalikan oleh pamannya dan seorang ulama. Raden Intan II
melakukan perlawanan untuk mengusir kolonialisme selama 20 tahun dan berakhir
pada 5 Oktober 1856 saat ia tertembak ketika Belanda menyergapnya. Untuk
mengenang jasa-jasa perjuangan Raden Intan II, pemerintah pusat menetapkannya
sebagai Pahlawan Nasional asal daerah Lampung berdasarkan Kepres. No:
082/TK/1986 tanggal 28 Oktober 1986.
Sisa-sisa bukti
sejarah pahlawan Raden Intan II sampai sekarang masih ada berupa benteng-benteng,
antara lain benteng Bendulu, Raja Gepeh, Merambung, Pematang Sontok, rindah,
rohogh, Kunyai, Hawi Bergak, Cempaka, Galah Tanah dan Salai Tabuan. Disamping
itu terdapat peninggalan lain berupa senjata, keris, badik, pedang, meriam
kecil, dan besar yang kini disimpan oleh keturunannya di Kalianda , Lampung
Selatan.
3. Keadaan
Daerah
Letak Provinsi
Lampung sangat strategis, hanya dipisahkan Selat Sunda.
Beberapa pulau kecil diantaranya mempunyai arti tersendiri, diantaranya Pulau
Krakatau terkenal karena letusannya yang sangat dahsyat pada tgl 27 Agustus
1883. Lampung sebelumnya termasuk salah satu karesidenan di propinsi Sumatera
Selatan, hanya saja pada akhirnya status ditingkatkan menjadi Propinsi Daerah
Tingkat I Lampung dengan luas wilayah 35.376,5 Km2. Termasuk diantaranya
beberapa pulau kecil yang terletak di Selat Sunda dan Teluk
Lampung.
Daerah Lampung banyak
menyimpan potensi sumber daya alam dan hal-hal yang menarik lain seperti suaka
alam, gunung-gunung api, pantai-pantai dan tradisi/budaya lama yang mudah dikunjungi
dari semua daerah di Sumatra dan Jawa, terutama
dari ibukota negara. Keadaan daerah Lampung terdiri dari pegunungan dan tanah
datar. Pegunungan dan dataran tinggi terletak di bagian barat yang merupakan
rangkaian dari pegunungan Bukit Barisan (BBS), sedangkan bagian timur merupakan
dataran rendah, tempat mengalir beberapa sungai (way), diantaranya Way Tulang bawang, Way Mesuji, Way Sekampung, Way
Seputih. Beberapa sungai merupakan alat perhubungan yang cukup penting terutama
Way Tulangbawang, dan Way Mesuji yang dapat dilayari sejauh 60-80 Km.
Dataran lumpur,
hutan-hutan bakau dan payau menggarisbatasi pantai-pantai sebelah timur. Hutan
belantara penuh dengan aneka ragam kehidupan fauna. Gajah, satwa yang dilindungi
yang selain sering menimbulkan bencana, tapi juga menjadi primadona pariwisata
Lampung. Terutama setelah dibangunnya Pusat Latihan Gajah (PLG) di Way Kambas.
PLG Way Kambas telah mendidik ratusan gajah liar dan kini mengisi beberapa
kebun binatang di seloroh pelosok tanah air termasuk Taman Sapari Cisarua
Bogor.
Dikawasan teluk
Lampung terdapat beberapa pulau seperti Pulau Condong, Condong Darat, Condong
Laut, Pulau Tiga, Pulau Sebuku, Pulau Sebesi dan gugusan Krakatau. Gugusan
krakatau terdiri dari Pulau Sertung, Pulau Panjang, Krakatau Besar dan Anak
krakatau yang puncaknya setiap tahun bertambah tinggi beberapa meter akibat
aliran lahar, bebatuan dan pasir yang disemburkan saat gunung berapi ini aktif.
Teluk Ratai yang
terletak di Teluk Lampung sebelah barat memiliki potensi alam yang kaya pemandangan
dan wisata laut. Pasir pantai yang keputih-putihan
serta bersih dari polusi, air laut yang bersih dan tenang karena terlindung
oleh pulau-pulau besar dan kecil disekitar
teluk, menjadikan Teluk Lampung suatu kawasan wisata yang banyak menawarkan
aktivitas bahari dan pantai. Disamping itu, kawasan ini juga menjadi tempat
nelayan dan dunia usaha swasta mengembangkan usaha tangkapan/budidaya subsektor
perikanan laut.
4. Sekelumit
Adat Istiadat
Penduduk asli Lampung
secara umum dapat dibedakan dalam dua kelompok besar masyarakat adat, yaitu masyarakat Adat Peminggir yang berdiam disepanjang
pantai pesisir dan masyarakat Adat Pepadun yang berdiam di daerah
pedalaman. Masyarakat Adat Peminggir termasuk diantaranya masyarakat adat Krui,
Ranau, Pesisir Teluk, Kota agung, Kalianda, Labuhan Maringgai, Komering sampai
Kayu Agung, sedangkan Masyarakat Adat Pepadun terdiri dari Masyarakat Adat
Abung (Abung Siwo Mego), Pubian (Pubian Telu Suku),
Menggala/Tulangbawang (Mego Pak) dan Buay Lima.
Upacara-upacara adat
umumnya menandai adanya perkawinan/pernikahan yang dilakukan menurut tata cara
adat tradisional, disamping kewajiban melaksanakan atau menerapkan hukum Islam yang menurut anggapan merupakan bagian dari tata
cara adat itu sendiri. Tata cara dan upacara perkawinan adat Pepadun pada
umumnya berbentuk perkawinan “jujur” dengan
menurut garis keturunan Patrilineal. Perkawinan diawali dan ditandai dengan
adanya pemberian sejumlah uang kepada pihak mempelai wanita untuk menyiapkan “sesan”, berupa alat-alat keperluan
rumah tangga yang akan diserahkan kepada pihak keluarga mempelai pria pada
waktu upacara perkawinan berlangsung. Upacara itu sekaligus penyerahan mempelai
wanita kepada keluarga/klan mempelai pria dan dengan demikian secara hukum
adat, putus pula hubungan keluarga antara mempelai wanita dengan keluarga/orang
tuanya.
Upacara perkawinan
dapat dilaksanakan dengan cara adat “Hibal
Serba”, “Bembang Aji”, “Intar Padang”, “Intar Manom” (“Cakak Manuk”) dan
“Sebambangan”. Dalam banyak hal, ciri tersebut sangat dominan dilakukan
dengan Geneologis pada masyarakat hukum adat yang anggota-anggotanya didasarkan
atas suatu pertalian keturunan. Baik pertalian keturunan karena ikatan darah
maupun karena hubungan darah.
Dalam kehidupan
sehari-hari corak keaslian khas penduduk/masyarakat Lampung dapat disimpulkan
dalam Piil Pesenggiri. Piil Pesenggiri bagi masyarakat
Lampung memiliki makna sebagai cara hidup (Way
of Life). Ini bermakna, setiap gerak
dan langkah kehidupan orang Lampung dalam kehidupan sehari-hari dilandasi
dengan kebersihan jiwa. Dari tindakan ini tercermin hubungan vertikal dan
horizontal dalam masyarakat Lampung berupa keimanan pada Tuhan dan pergaulan
sosial pada sesama. Etos dan spirit kelampungan inilah yang harus ditumbuh kembangkan
untuk membangun eksistensi orang Lampung dan penanda kearifan lokal di era
keragaman global saat ini.
Suku Lampung dalam jejak rekam sejarah
tercatat sebagai salah satu suku bangsa yang memiliki peradaban tinggi. Bukti
nyatanya suku Lampung memiliki aksara baca tulis yang bernama Ka Ga Nga, bahasa dalam dua dialek Nyow dan Api, tatanan acuan pemerintahan dalam kitab Kuntara Raja Niti
(Kitab Hukum Tata Negara), tradisi, arsitektur, sastra dan adat istiadat yang
tumbuh dan berkembang turun temurun. Selain itu, salah satu penanda atau ciri
suatu masyarakat memikiki peradaban juga ditandai dengan adanya filsafat dan
falsafah hidup sebagai refleksi atas kesemestaan. Artinya, setiap titi gemati
atau budaya pasti memiliki dasar filosofi yang mengandung hikmah bagi
masyarakatnya. Adat Lampung pun mempunyai Piil Pesenggiri sebagai dasar filosofiinya.
Orang Lampung Pesisir menyebutnya : Ghepot Dalom Mufakat (prinsip
persatuan); Teranggah Tetanggah
(prinsip persamaan); Bupudak Waya
(prinsip penghormatan); Ghopghama Delom
Bekeghja (prinsip kerja keras); Bupil
Bupesenggiri (prinsip bercita-cita dan keberhasilan).Kemudian Lampung
Pepadun menyebut ; Piil Pesenggiri
(prinsip kehormatan); Juluk Adek (prinsip
keberhasilan) Nemui Nyimah (prinsip
penghargaan); Nengah Nyapur (prinsip
persamaan); Sakai Sambayan (prinsip
kerjasama).
Kearifan lokal masyarakat Lampung yang
terkandung dalam Piil Pesenggiri ini
biasa dijadikan modal dalam menggiatkan pembangunan bumi Lampung. Falsafah ini
pula yang menginspirasi dan menjadikan spirit
lahirnya motto ‘Sai Bumi Ruwa Jurai’ = Satu Bumi Dua Jurai (Suku) – yakni suku
Lampung Asli (Pepadun dan Saibatin) dan suku pendatang (beragam suku yang
datang dari luar provinsi Lampung). Motto Sai
Bumi Ruwa Jurai itulah yang menggambarkan masyarakat etnis Lampung memiliki
keterbukaan untuk menerima dan melindungi eksistensi jurai atau suku pendatang
untuk bersama sama tinggal berdampingan dan membangun bumi Lampung. Sebagai buktinya Lampung merupakan daerah transmigrasi
pertama di nusantara. Kehadiran transmigrasi pertama dilakukan oleh pemerintah
pada tahun 1905 di daerah Bagelen – Gedong Tataan yang kini masuk kabupaten
Pesawaran.
Piil
Pesenggiri yang
merupakan falsafah hidup orang Lampung memiliki arti harga diri, maknanya
prinsip prinsip yang harus dianut agar seorang itu memiliki eksistensi atau
harga diri. Adapun Piil Pesenggiri
sebagai penyangga (pilar) utama filosofi orang Lampung disokong empat pilar
penyangga yaitu Nemui Nyimah
(produktif), Nengah Nyapur
(kompetitif), Juluk Beadek (inovatif) dan Sakai
Sambayan (kooperatif).
Secara ringkas unsur-unsur Piil Pesenggiri itu
dapat dijelaskan sebagai berikut:
a. Juluk-Adek
Secara etimologis Juluk-adek (gelar adat)
terdiri dari kata juluk dan adek, yang masing-masing mempunyai makna, Juluk adalah nama panggilan
keluarga seorang pria/wanita yang diberikan pada waktu mereka masih muda atau
remaja yang belum menikah, dan adek bermakna gelar/nama panggilan adat seorang
pria/wanita yang sudah menikah melalui prosesi pemberian gelar adat. Akan
tetapi panggilan ini berbeda dengan inai dan amai. Inai adalah nama panggilan
keluarga untuk seorang perempuan yang sudah menikah, yang diberikan oleh pihak keluarga
suami atau laki-laki, sedangkan amai adalah nama panggilan keluarga untuk seorang laki-laki
yang sudah menikah dari pihak keluarga isteri.
Juluk-adek merupakan hak bagi anggota masyarakat Lampung, oleh karena itu
juluk-adek merupakan identitas utama yang melekat pada pribadi yang
bersangkutan. Biasanya penobatan juluk-adek ini dilakukan dalam suatu upacara
adat sebagai media peresmiannya. Juluk adek ini biasanya mengikuti tatanan yang
telah ditetapkan berdasarkan hirarki status pribadi dalam struktur kepemimpinan
adat. Sebagai contoh; Pengiran, Dalom, Batin, Temunggung, Radin, Minak, Kimas
dst. Dalam hal ini masing-masing kebuwaian tidak selalu sama, demikian pula urutannya tergantung pada adat
yang
berlaku pada kelompok
masyarakat yang bersangkutan.
Karena juluk-adek melekat pada pribadi, maka seyogyanya anggota
masyarakat Lampung harus memelihara nama tersebut
dengan sebaik-baiknya dalam wujud prilaku
pergaulan kemasyarakatan sehari-hari. Juluk-adek merupakan asas identitas
dan sebagai sumber motivasi bagi anggota
masyarakat
Lampung
untuk dapat
menempatkan hak dan kewajibannya, kata dan perbuatannya dalam
setiap perilaku dan karyanya.
b.
Nemui-Nyimah
Nemui berasal dari kata benda temui yang
berarti tamu, kemudian menjadi kata kerja nemui yang berarti mertamu atau
mengunjungi/silaturahmi. Nyimah berasal dari kata benda "simah",
kemudian menjadi kata kerja "nyimah"
yang berarti suka memberi (pemurah). Sedangkan secara harfiah nemui-nyimah
diartikan sebagai sikap santun, pemurah, terbuka tangan, suka memberi dan
menerima dalam arti material sesuai dengan kemampuan. Nemui-nyimah merupakan ungkapan asas kekeluargaan
untuk menciptakan suatu sikap keakraban dan kerukunan serta silaturahmi.
Nemui-nyimah merupakan kewajiban bagi suatu keluarga dari masyarakat Lampung
umumnya untuk tetap menjaga silaturahmi, dimana ikatan keluarga secara
genealogis selalu terpelihara dengan prinsip keterbukaan, kepantasan dan
kewajaran.
Pada hakekatnya
nemui-nyimah dilandasi rasa keikhlasan dari lubuk hati yang dalam untuk
menciptakan kerukunan hidup berkeluarga dan bermasyarakat. Dengan demikian,
maka elemen budaya nemui-nyimah tidak dapat diartikan keliru yang mengarah
kepada sikap dan perbuatan tercela atau terlarang yang tidak sesuai dengan
norma kehidupan sosial yang berlaku.
c.
Nengah-Nyappur
Nengah
berasal dari kata benda, kemudian berubah menjadi kata kerja yang berarti
berada di tengah. Sedangkan nyappur berasal dari kata benda cappur menjadi kata
kerja nyappur yang berarti baur atau berbaur. Secara harfiah dapat diartikan
sebagai sikap suka bergaul, suka bersahabat dan toleran antar sesama.
Nengah-nyappur menggambarkan bahwa anggota masyarakat Lampung mengutamakan rasa
kekeluargaan dan didukung dengan sikap suka bergaul dan bersahabat dengan siapa
saja, tidak membedakan suku, agama, tingkatan, asal usul dan golongan.
Sikap suka bergaul dan bersahabat menumbuhkan semangat suka bekerjasama dan tenggang rasa
(toleransi) yang tinggi antar sesamanya. Sikap toleransi
akan menumbuhkan sikap ingin tahu, mau mendengarkan nasehat orang lain, memacu semangat kreativitas dan tanggap terhadap perkembangan gejala-gejala sosial. Oleh sebab itu dapat diambil suatu konklusi bahwa sikap nengah-nyappur menunjuk kepada nilai musyawarah untuk mufakat. Sikap nengah nyappur melambangkan sikap nalar yang baik, tertib dan
seklaigus merupakan embrio dari kesungguhan
untuk meningkatkan pengetahuan serta sikap adaptif terhadap perubahan. Melihat kondisi kehidupan masyarakat Lampung yang pluralistik, maka dapat dipahami bahwa penduduk daerah ini telah menjalankan prinsip hidup nengah-nyappur secara wajar dan positif.
Sikap nengah-nyappur juga menunjukkan sikap ingin tahu yang tinggi, sehingga menumbuhkan
sikap kepeloporan. Pandangan atau pemikiran demikian menggabarkan bahwa anggota
masyarakat Lampung merupakan bentuk kehidupan yang memiliki jiwa dan semangat kerja keras dan
gigih untuk mencapai tujuan masa depannya dalam berbagai bidang
kehidupan.
Nengah-nyappur
merupakan pencerminan dari asas musyawarah untuk mufakat. Sebagai modal untuk
bermusyawarah tentunya seseorang harus mempunyai pengetahuan dan wawasan yang
luas, sikap toleransi yang tinggi dan melaksanakan segala keputusan dengan rasa
penuh tanggung jawab. Dengan demikian berarti setiap masyarkat Lampung dituntut kemampuannya untuk
dapat menempatkan diri pada posisi yang wajar dalam beriteraksi di masyarakat, mampu bergaul,
berpartisipasi dalam segala kegiatan di masyarakat, mengembangkan sikap santun dalam berprilaku dan bertutur-kata. Makna yang lebih dalam
sebagai anggota masarakat
adalah harus siap mendengarkan, menganalisis, dan harus siap
menyampaikan informasi dengan tertib dan bermakna.
d. Sakai-Sambaiyan
Sakai
bermakna memberikan sesuatu kepada seseorang atau sekelompok orang dalam bentuk
benda dan jasa yang bernilai ekonomis yang dalam prakteknya cenderung menghendaki saling berbalas. Sedangkan sambaiyan bermakna memberikan sesuatu kepada seseorang, sekelompok orang atau untuk kepentingan umum secara sosial berbentuk benda dan jasa
tanpa mengharapkan balasan.
Sakai sambaiyan berarti tolong menolong
dan gotong royong, artinya memahami makna kebersamaan atau guyub.
Sakai Sambayan pada hakekatnya
adalah
menunjukkan rasa partisipasi serta solidaritas yang tinggi terhadap
berbagai kegiatan
pribadi dan sosial kemasyarakatan pada umumnya.
5. Penutup
Lampung yang dikenal
dengan sebutan Sai Bumi Ruwai Jurai kini
telah menjelma menjadi sebuah wilayah yang terus berbenah dalam segala bidang. Seiring berjalannya waktu,
diusia yang ke 55 pada tahun 2019 ini provinsi Lampung telah berkembang
pesat dari sisi pemerintahan, pembangunan, dan pelayanan
masyarakat serta diiringi berbagai program prioritas
pembangunan lainnya. Sektor ekonomi tumbuh sebanding tingkat kesejahteraan
masyarakatnya yang semakin membaik pula.
Dalam sebuah rapat paripurna Gubernur Lampung,
Ridho Fikardo
menjelaskan bahwa Provinsi Lampung
mengalami kemajuan yang sangat pesat. Di antaranya peningkatan daya saing dari
peringkat 25 di 2014 menjadi peringkat 12 di 2018, pertumbuhan ekonomi Lampung
tumbuh sebesar 5,25% berada di atas rata-rata nasional sebesar 5.17%. keberhasilan
pembangunan dibidang pertanian ditandai dengan naiknya NTP di Provinsi Lampung
yaitu sebesar 104,21 menjadi 105,86 di 2018, berhasil menurunkan tingkat
kemiskinan secara siginifikan dari 14,21% di 2014 menjadi 13,01% di 2018, dan
terus berusaha untuk menurunkan persentase kemiskinan menjadi di bawah satu
digit atau di bawah 10%, dan kemajuan pesat di bidang sektor lainnya.
Dalam mengupayakan menurunkan tingkat
kemiskinan di bawah satu digit, salah satu upaya yang dilakukan yaitu dengan membuka lapangan kerja,
dengan membuka konektivitas di Provinsi Lampung sehingga investasi di Provinsi Lampung semakin meningkat. Selain
membuka lapangan kerja pemerintahan daerah Lampung pun terus memperhatikan sektor pendidikan, yang nantinya secara
langsung juga akan berpengaruh terhadap menurunkan tingkat kemiskinan dan
pengangguran di Provinsi Lampung.
Pemprov Lampung kini terus fokus meningkatkan
pembangunan infrastruktur seperti pembangunan Jalan Tol Trans Sumatera (JTTS)
Lampung, Bandara Internasional Raden Inten II, Pembangunan Dermaga Eksekutif,
pembangunan bendungan baru dalam meningkatkan pertanian Provinsi Lampung,
pembangunan bumi perkemahan, pembangunan perpustakaan modern dan pembangunan
Lampung Astronomical Observatory (LAO). Upaya itu untuk meningkatkan pendidikan
di Provinsi Lampung dan upaya pembangunan di sektor lainnya. Selain itu,
Pemerintah Provinsi Lampung juga terus memfokuskan untuk memantapkan
infrastruktur jalan, peningkatan pembangunan disektor pendidikan, kesehatan,
pembangunan pariwisata, ketahanan pangan, pertumbuhan ekonomi Lampung, dan
menurunya tingkat kemiskinan, dan peningkatan pembangunan.
Maju teruslah Provinsi
Lampungku, aku yang lahir, tumbuh berkembang besar serta mencari nafkah di bumi Sai Bumi Ruwai Jurai ini merasa bangga
berada disini. Piil Pesenggiri sebagai keraifan lokal Ulun Lampung akan terus
dihidupkan dan dilestarikan. Etos dan semangat kelampungan (spirit of Lampung) piil pesenggiri akan terus menjadi pendorong orang Lampung untuk lebih bekerja keras, kreatif, cermat, dan terus berorientasi
pada prestasi, berani berkompetisi dan pantang menyerah atas
tantangan yang muncul di masa yang
akan datang.
******selesai******